09 Januari 2016

Samakah Fantasi, Fiksi Ilmiah, dan Distopia?

Edited by Me
Sebagian orang memilih tutup mata dan abai tentang genre buku apa yang mereka baca. Sebenarnya aku juga termasuk orang yang seperti itu. Tetapi dengan (1) rasa ingin tahuku yang besar tentang fantasi, fiksi ilmiah, dan distopia, juga (2) buku-buku genre tersebut membuatku ingin terus membaca, maka aku memutuskan untuk menulis artikel ini.

Langsung saja, mari kita cari tahu perbedaan antara ketiga genre ini. Bisa dibilang fantasi, fiksi ilmiah, dan distopia merupakan tiga genre yang masing-masing berdiri sendiri. Teman saya memberikan gambaran bahwa distopia tidak mesti fiksi ilmiah, juga sebaliknya. Namun, yang harus digarisbawahi adalah fiksi ilmiah bukanlah fantasi, juga sebaliknya.

Dicuplik dari Gotham bahwa fiksi ilmiah mengeksplorasi kemungkinan yang ada (bahkan jika itu mustahil), sedangkan fantasi adalah tentang hal-hal yang tidak mungkin. Peri, naga, dan entitas fantasi lainnya mungkinkah benar-benar ada? Bisa dibedakan?

Mari berlanjut soal distopia yang tidak mesti fiksi ilmiah dan sebaliknya. Menurut BestScienceFictionBooks.com, distopia adalah dunia fiksi yang lebih buruk dari dunia yang kita tinggali saat ini, di mana kontrol sosial yang ada di bawah ilusi masyarakat yang sempurna. Kesemuanya diciptakan oleh kontrol perusahaan, teknologi, agama, atau lainnya. Sedangkan fiksi ilmiah tidak selalu tentang kritis masa depan dengan hal-hal negatif. Fiksi ilmiah fokus pada cerita futuristik dengan konten ilmiah atau teknologi yang masuk akal, dan mengeksplorasi dampaknya pada masyarakat.


***

Aku coba mengotak-ngotakkan ketiga genre tersebut melalui buku-buku yang sudah kubaca dan beberapa buku yang kucari tahu lewat laman web yang bertebaran di dunia maya. Ingat, perspektif setiap orang berlainan; apa yang satu orang rasakan atas buku usai membaca berbeda dengan apa yang orang lain rasakan. Jadi, inilah pendapatku.

Cuplikan Ender dalam film Ender's Game (2013)
Aku melihat perbedaan yang kentara antara fantasi dan fiksi ilmiah. Coba kita bandingkan antara "The Spiderwick Chronicles" karya Holly Black dan "Ender's Game" karya Orson Scott Card. Keduanya tentu saja menyajikan kisah yang berbeda. Yang satu kakak-beradik bertualang dan bertemu dengan goblin, troll, dan griffin. Yatu lagi seorang bocah yang dikirimkan ke luar angkasa untuk sekolah dan menuntaskan misi.

Lebih jelasnya, mari kita ambil silang definisi: (1) fiksi ilmiah tidak bercerita tentang entitas fantasi atau entitas bikinan penulis itu sendiri dan (2) fantasi tidak membicarakan soal teori ilmiah dan teknologi yang futuristik yang kebanyakan disarikan dari objek yang sudah ada (riil). Oke semoga ini memperjelas.

***

Dan, bagaimana dengan distopia yang tidak mesti fiksi ilmiah dan sebaliknya? Frasa "tidak mesti" memang kuambil karena aku pun masih ragu. Aku melakukan jajak pendapat dengan beberapa teman yang suka membaca genre-genre semacam ini. Sebagian menganggap distopia tidak mesti fiksi ilmiah dan sebaliknya di atas. Sebagian yang lain menganggap distopia masih percabangan fiksi ilmiah.

Untuk pendapat yang pertama aku tidak bisa berkilah selain berkata, "Hmmm. Benar juga." Setelah dipikir-pikir lebih jauh perbandingan antara "The Hunger Games Trilogy" karya Suzanne Collins dan Ender's Game kentara jelas. Katniss tidak melakukan hal seperti mempelajari teknologi baru, membuat robot, atau melakukan hal teknis secara ilmiah. Ender juga tidak melakukan pemberontakan, marah akan sistem sosial yang ada, atau ingin membuat kehidupan sekitarnya menjadi lebih baik.

Katniss Everdeen di The Hunger Games: Mockingjay - Part 1 (2014)
Tetapi, aku pun tidak memungkiri pendapat yang kedua. Distopia dulunya merupakan bagian dari fiksi ilmiah. Tentang kontrol sosial, pembangunan dunia yang begitu hancur; penulis pasti membutuhkan riset ilmiah supaya segalanya terasa "bisa diterima" oleh pembacamasuk akal. Hanya saja, semakin maraknya buku-buku distopia terbitsebut saja The Hunger Games Trilogy, Divergent Trilogy, The Maze Runner Trilogy—membuat genre ini memisahkan diri dari cabang fiksi ilmiah.

***

Terlepas dari penjelasan panjang lebar di atas, kamu harus tahu kalau aku membutuhkan tiga hari untuk menulis artikel ini. Kuakui masih sedikit dari genre distopia dan fiksi ilmiah yang kubaca—terbukti dari contoh yang kuambil di atas—tapi semoga bisa membuka cakrawala kita tentang ketiga genre tersebut. Dan satu PR-ku: membaca lebih banyak lagi genre-genre tersebut!

Ada yang mau menyanggah atau memberikan pendapat? Bebaslah mengeluarkannya pada kolom komentar. Terima kasih telah mampir.

10 komentar :

  1. Hihihi, ini hasil diskusi yang di WA kemaren Raf? :-)

    Masih banyak sih pembaca Indonesia yang sering rancu antara genre fantasy dan sci-fi. Perlu banyak baca buku di dua genre ini dan juga sub genrenya untuk tahu apa perbedaaanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitulah mba. Aku tambahkan riset dan pendapatku tentang genre-genre ini. Memperkaya bacaan menjadi penting supaya bisa merasakan sendiri perbedaannya.

      Hapus
  2. terimakasih mas Rafi atas penjelasannya.

    kebetulan saya mengangkat skripsi tentang distopia, sempat dibuat bingung juga sebenernya distopia ini part of sci-fi atau bukan. Dan postingan ini membantu memberikan sedikit gambaran untuk saya. sekali lagi terimakasih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam. Terima kasih ya sudah membaca. Saya terharu.

      Hapus
  3. Maaf, apa Anda tahu buku referensi tentang teori cerita fantasi? Judulnya apa dan karya siapa? Terima kasih. :D

    BalasHapus
  4. Untuk lebih mengenal dystopia, saya merekomendasikan buku-buku klasik berikut: Fahrenheit 451 (Ray Bradbury), Brave New World (Aldous Huxley), 1984 (George Orwell)

    BalasHapus
  5. Kalo dystopia sepertinya mirip fiksi tentang dunia masa depan yang hancur, baik hancur alamnya ataupun hancur sistemnya. Contohnya seperti film Divergent, The Maze Runner dan tentunya yang paling terkenal The Hunger games.:D

    BalasHapus
  6. Wah bahasannya menarik banget. Btw, aku lagi garap novel, terus baru menyadari kalau novelku ini gabungan dari sci-fi dan fantasy, kalau genre ini digabung bakal tetap masuk akal ga? atau jatohnya jadi aneh karena sci-fi dan fantasi itu sebenarnya dua hal yang bertentangan?

    BalasHapus