06 Februari 2016

Ulasan Buku: Katarsis

Sampul
Judul : Katarsis
Pengarang : Anastasia Aemilia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2013
Dibaca : 29 Januari 2016
Rating : ★★★★★

"Susi hanya bisa meraung memegangi karung berisi potongan tubuh putranya. Aku seperti melihat potret kepedihan yang tergambar sangat apik. Patut diabadikan." (hal. 84)

Pengujung Januari kututup dengan satu buku yang sudah kuincar sejak lama. Pertama, buku ini diterjemahkan ke Bahasa Inggris dan dibawa ke Frankfurt Book Fair tahun lalu. Pencapaian yang tidak biasa, bukan? Kedua, buku ini disebut-sebut buku sinting karena konten yang dibawakan begitu vulgar. Benarkah?

***

Ayah dan ibunya hanya dipanggil nama. Masa kecilnya membuat teman sebayanya terluka hingga berdarah. Tidak pernah berucap satu kata pun kecuali benar-benar dibutuhkan. Dari sekian banyak perbedaan dari orang-orang normal lainnya, Tara juga akan melindungi kehormatan dirinya sendiri; sama seperti gadis pada umumnya. Hanya saja yang dilakukannya sudah terlalu jauh dan berakibat satu nyawa hilang.

Tara diam saja. Potongan tubuh sepupunya ia taruh di tangki air di atas rumah. Ia memengang erat koin itu lagi. Koin yang menemani hidupnya sedari kecil. Koin yang diberikan oleh anak laki-laki yang melihatnya menyendiri di taman. Koin yang selalu digenggamnya ketika ketakutan. Koin yang juga membuat hidupnya menjadi lebih sinting lagi.

***

Sinting memang pas untuk mewakili keseluruhan cerita pada buku ini. Aku bahkan hanya perlu dua hari untuk merasakan kengiluan hingga epilog. Benar-benar bikin ngilu! Bagaimana tidak? Bayangkan ketika kau meminum air yang rasanya getir karena ada potongan tubuh menggenang di tangki airmu. Atau bayangkan ketika kau melihat seseorang menyayat kulit kaki korbannya bagai menguliti kikil sapi. Dan, itu benar-benar terdeskripsikan secara gamblang pada buku ini.

Pengalaman membaca ini dilengkapi dengan sudut pandang seorang Tara, gadis yang sudah berbeda sedari kecil itu. Sifatnya yang begitu terpukau pada hal-hal ganjil membuatmu merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang pembunuh berdarah dingin. Ditambah lagi gambaran-gambaran sarkastis yang biasa terlontar dari pikiran Tara. Oh ya, selain Tara, buku ini juga diceritakan dari sudut pandang Ello yang bahkan lebih sinting lagi dari Tara. Wohoo!

"Dia benar. Biasanya polisi selalu benar. Dan kalau tidak benar, biasanya mereka keras kepala dan sok tahu, dan lama-lama menjadi benar. Tapi mungkin dia benar." (hal. 232)

Maksud yang mungkin dikemukakan oleh penulis pada buku ini adalah bagaimana kau tak boleh mudah percaya pada siapa pun; bahkan orang yang kau sayang sekalipun. People change. bruh! Satu hari kau sangat ingin membeli mobil SUV model terbaru, esoknya kau berpikir punya mobil bekas saja sudah cukup. Dengan dirinya sendiri saja selalu berubah, apalagi dengan orang lain.

Sempurna untuk sensasi membaca yang tidak pernah kutemui sebelumnya. Indah. Indah dalam arti yang "salah". Setelah membaca, paling tidak aku tahu kenapa buku ini diterjemahkan ke Bahasa Inggris dan dibawa-bawa sampai ke Frankfurt. Setidaknya asumsiku: dunia harus merasakan sensasi membaca karya psycho-thriller anak negeri ini.

"Kurasa benar kata orang, berhati-hatilah dengan apa yang kauharapkan, kau takkan tahu bagaimana permohonanmu akan dikabulkan." (hal. 108) 

1 komentar :

  1. hmm, interesting! jadi pengin baca buku ini juga. whooaaa

    BalasHapus